Masjid Menara Kudus
Dari Wikipedia bahasa
Indonesia, ensiklopedia bebas
Masjid Menara Kudus
|
|
Masjid Menara Kudus pada masa kini
|
|
Letak
|
|
Afiliasi agama
|
|
Deskripsi arsitektur
|
|
Jenis arsitektur
|
Masjid
|
Pembukaan tanah
|
1549 M
|
Spesifikasi
|
Masjid Menara Kudus (disebut juga dengan Masjid Al Aqsa dan Masjid Al Manar) adalah sebuah mesjid yang dibangun oleh Sunan Kuduspada
tahun 1549 Masehi atau tahun 956 Hijriah dengan menggunakan batu Baitul Maqdis dari Palestina sebagai batu pertama.
Masjid ini terletak di desa Kauman,
kecamatan Kota, kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Mesjid
ini berbentuk unik, karena memiliki menara yang serupa bangunan candi. Masjid ini adalah perpaduan antara
budaya Islam dengan budaya Hindu.
Sejarah
Berdirinya Masjid Menara Kudus tidak lepas
dari peran Sunan Kudus sebagai pendiri dan
pemrakarsa. Sebagaimana para walisongo yang lainnya, Sunan Kudus
memiliki cara yang amat bijaksana dalam dakwahnya. Di antaranya, beliau mampu
melakukan adaptasi dan pribumisasi ajaran Islamdi tengah masyarakat yang telah memiliki
budaya mapan dengan mayoritas beragama Hindu dan Budha. Pencampuran budaya
Hindu dan Budha dalam dakwah yang dilakukan Sunan Kudus,
salah satunya dapat kita lihat pada masjid Menara Kudus ini.
Masjid ini didirikan pada tahun 956 H atau 1549 M. Hal ini dapat diketahui
dari inskripsi (prasasti) pada batu
yang lebarnya 30 cm dan panjang 46 cm yang terletak pada mihrab masjid yang ditulis dalam bahasa Arab.[1]
Arsitektur
Masjid
Masjid Menara
Masjid Menara Kudus ini memiliki 5 buah pintu
sebelah kanan, dan 5 buah pintu sebelah kiri. Jendelanya semuanya ada 4 buah.
Pintu besar terdiri dari 5 buah, dan tiang besar di dalam masjid yang berasal
dari kayu jati ada 8 buah. Namun masjid ini tidak sesuai aslinya, lebih besar
dari semula karena pada tahun 1918-an telah direnovasi. Di dalamnya terdapat
kolam masjid, kolam yang merupakan "padasan" tersebut merupakan peninggalan kuna dan
dijadikan sebagai tempat wudhu.
Di dalam masjid terdapat 2 buah bendera, yang
terletak di kanan dan kiri tempat khatib membaca khutbah. Di serambi depan masjid terdapat
sebuah pintu gapura,
yang biasa disebut oleh penduduk sebagai "Lawang Kembar".
Di komplek Masjid juga terdapat pancuran
untuk wudhu yang berjumlah delapan buah. Di atas pancuran itu diletakkan arca.
Jumlah delapan pancuran, konon mengadaptasi keyakinan Buddha, yakni ‘Delapan
Jalan Kebenaran’ atau Asta Sanghika Marga.
Menara
Menara Masjid
Menara Kudus memiliki ketinggian sekitar 18
meter dengan bagian dasar berukuran 10 x 10 m. Di sekeliling bangunan dihias
dengan piring-piring bergambar yang kesemuanya berjumlah 32 buah. Dua puluh
buah di antaranya berwarna biru serta berlukiskan masjid, manusia dengan unta dan pohonkurma. Sementara itu, 12 buah lainnya berwarna
merah putih berlukiskan kembang. Di dalam menara terdapat tangga yang terbuat
dari kayu jati yang mungkin dibuat pada
tahun 1895 M. Bangunan dan hiasannya jelas menunjukkan adanya hubungan dengan
kesenian Hindu Jawa karena bangunanMenara Kudus itu terdiri dari 3
bagian: (1) kaki, (2) badan, dan (3) puncak bangunan. Menara ini dihiasi pula antefiks (hiasan yang menyerupai
bukit kecil).[2]
Kaki dan badan menara dibangun dan diukir
dengan tradisi Jawa-Hindu, termasuk motifnya. Ciri lainnya bisa dilihat pada
penggunaan material batu bata yang dipasang tanpa perekat semen. Teknik konstruksi
tradisional Jawa juga dapat dilihat pada bagian kepala menara yang berbentuk
suatu bangunan berkonstruksi kayu jati dengan empat batang saka guru yang menopang dua tumpuk
atap tajug.
Pada bagian puncak atap tajug terdapat
semacam mustaka (kepala) seperti pada
puncak atap tumpang bangunan utama
masjid-masjid tradisional di Jawa yang jelas merujuk pada unsur arsitektur
Jawa-Hindu.
Galeri
Makam
Dari Wikipedia bahasa Indonesia,
ensiklopedia bebas
Masjid Agung Banten tahun 2011
Bagian dalam masjid
Masjid Agung Banten adalah salah
satu masjid tertua di Indonesia yang penuh
dengan nilai sejarah.
Setiap harinya masjid ini ramai dikunjungi para peziarah yang datang
tidak hanya dari Banten dan Jawa Barat, tapi
juga dari berbagai daerah di Pulau Jawa.
Masjid Agung Banten terletak di Desa Banten Lama, sekitar
10 km sebelah utara Kota Serang.
Masjid ini dibangun pertama kali oleh Sultan Maulana Hasanuddin (1552-1570), sultan pertama dari Kesultanan Banten.
Ia adalah putra pertama dari Sunan Gunung Jati.
Salah satu kekhasan yang tampak dari masjid ini adalah
atap bangunan utama yang bertumpuk lima, mirip pagoda China yang juga
merupakan karya arsitek Cina yang bernama Tjek Ban Tjut. Dua buah
serambi yang dibangun kemudian menjadi pelengkap di sisi utara dan selatan
bangunan utama.
Di masjid ini juga terdapat kompleks pemakaman
sultan-sultan Banten serta keluarganya. Yaitu makam Sultan Maulana Hasanuddin
dan istrinya, Sultan Ageng Tirtayasa, dan Sultan Abu Nasir Abdul
Qohhar. Sementara di sisi utara serambi selatan terdapat makam Sultan Maulana Muhammad dan Sultan Zainul Abidin, dan lainnya.
Masjid Agung Banten juga memiliki paviliun tambahan yang
terletak di sisi selatan bangunan inti Masjid ini. Paviliun dua lantai ini
dinamakan Tiyamah. Berbentuk persegi panjang dengan gaya arsitektur Belanda kuno, bangunan
ini dirancang oleh seorang arsitek Belanda bernama Hendick Lucasz Cardeel.
Biasanya, acara-acara seperti rapat dan kajian Islami dilakukan di sini.
Sekarang bangunan ini digunakan sebagai tempat menyimpan barang-barang pusaka.
Menara yang menjadi
ciri khas Masjid Banten terletak di sebelah timur masjid. Menara ini terbuat
dari batu
bata dengan ketinggian kurang lebih 24 meter, diameter bagian
bawahnya kurang lebih 10 meter. Untuk mencapai ujung menara, ada 83 buah anak
tangga yang harus ditapaki dan melewati lorong yang hanya dapat dilewati oleh
satu orang. Pemandangan di sekitar masjid dan perairan lepas pantai dapat
terlihat di atas menara, karena jarak antara menara dengan laut yang hanya
sekitar 1,5 km.
Dahulu, selain digunakan sebagai tempat mengumandangkan adzan, menara yang juga dibuat oleh Hendick
Lucasz Cardeel ini digunakan sebagai tempat menyimpan senjata.
Dari Wikipedia bahasa Indonesia,
ensiklopedia bebas
Masjid Sultan Suriansyah
|
|
Letak
|
|
Afiliasi agama
|
|
Deskripsi arsitektur
|
|
Jenis arsitektur
|
Masjid
|
Gaya arsitektur
|
Banjar
|
Spesifikasi
|
Masjid Sultan Suriansyah atau Masjid Kuin adalah sebuah masjid bersejarah di Kota Banjarmasin yang merupakan masjid tertua di Kalimantan
Selatan. Masjid ini dibangun pada masa pemerintahan Sultan Suriansyah (1526-1550), Raja Banjar pertama yang memeluk agama Islam.[1] Masjid Kuin merupakan salah satu dari
tiga masjid tertua yang ada di kota Banjarmasin pada masa Mufti Jamaluddin
(Mufti Banjarmasin), masjid yang lainnya adalah Masjid Besar (cikal bakal
Masjid Jami Banjarmasin) dan Masjid Basirih.[2] Masjid ini terletak di Kelurahan Kuin Utara, kawasan yang dikenal sebagai Banjar Lama merupakan situs ibu kota Kesultanan
Banjar yang pertama kali. Masjid ini letaknya berdekatan dengan komplek makam
Sultan Suriansyah dan di tepian kiri sungai Kuin.
Masjid yang didirikan di tepi sungai Kuin ini memiliki bentuk arsitektur
tradisional Banjar, dengan konstruksi panggung dan beratap tumpang. Pada bagian
mihrab masjid ini memiliki atap sendiri yang terpisah dengan bangunan induk.
Masjid kuno
Mimbar Masjid
Sultan Suriansyah.
Kekunoan masjid ini dapat dilihat pada
2 buah inskripsi yang tertulis pada bidang berbentuk
segi delapan berukuran 50 cm x 50 cm yakni pada dua daun pintu Lawang Agung.
Pada daun pintu sebelah kanan terdapat 5 baris inskripsiArab-Melayu berbunyi : " Ba'da hijratun Nabi Shalallahu
'alahihi wassalam sunnah 1159 pada Tahun Wawu ngaran Sultan Tamjidillah
Kerajaan dalam Negeri Banjar dalam tanah tinggalan Yang mulia." Sedangkan pada daun pintu sebelah kiri
terdapat 5 baris inskripsi Arab-Melayu berbunyi: "Kiai Damang Astungkara mendirikan wakaf
Lawang Agung Masjid di Nagri Banjar Darussalam pada hari Isnain pada sapuluh
hari bulan Sya'ban tatkala itu (tidak terbaca)" .[3] Kedua inskripsi ini menunjukkan pada
hari Senin tanggal 10 Sya'ban 1159 telah berlangsung pembuatan Lawang
Agung (pintu utama) oleh Kiai Demang Astungkara pada masa pemerintahan Sultan
Sepuh atau Sultan Tamjidullah
I (1734-1759).
Pada mimbar yang terbuat dari kayu ulin
terdapat pelengkung mimbar dengan kaligrafi berbunyi "Allah Muhammadarasulullah". Pada bagian kanan atas terdapat
tulisan "Krono Legi : Hijrah 1296 bulan Rajab hari
Selasa tanggal 17", sedang pada bagian kiri terdapat tulisan : "Allah subhanu wal hamdi al-Haj
Muhammad Ali al-Najri". Ini berarti pembuatan mimbar pada hari
Selasa Legi tanggal 17 Rajab 1296, atas nama Haji Muhammad Ali al-Najri.
Filosofi ruang
Pola ruang pada Masjid Sultan
Suriansyah merupakan pola ruang dari arsitektur Masjid
Agung Demak yang dibawa bersamaan dengan masuknya agama Islam ke
daerah ini oleh Khatib Dayan. Arsitektur mesjid Agung Demak sendiri dipengaruhi
oleh arsitektur Jawa Kuno pada masa kerajaan Hindu. Identifikasi pengaruh
arsitektur tersebut tampil pada tiga aspek pokok dari arsitektur Jawa Hindu
yang dipenuhi oleh masjid tersebut. Tiga aspek tersebut : atap meru, ruang
keramat (cella) dan tiang guru yang melingkupi ruang cella. Meru merupakan ciri
khas atap bangunan suci di Jawa dan Bali. Bentuk atap yang bertingkat dan
mengecil ke atas merupakan lambang vertikalitas dan orientasi kekuasaan ke
atas. Bangunan yang dianggap paling suci dan dan penting memiliki tingkat atap
paling banyak dan paling tinggi. Ciri atap meru tampak pada Masjid Sultan
Suriansyah yang memiliki atap bertingkat sebagai bangunan terpenting di daerah
tersebut. Bentuk atap yang besar dan dominan, memberikan kesan ruang dibawahnya
merupakan ruang suci (keramat) yang biasa disebut cella. Tiang guru adalah tiang-tiang yang
melingkupi ruang cella (ruang keramat). Ruang cella yang dilingkupi tiang-tiang
guru terdapat di depan ruang mihrab, yang berarti secara kosmologi cella lebih
penting dari mihrab.
Dari Wikipedia bahasa Indonesia,
ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Masjid al-Aqsa)
Masjid Al-Aqsa
|
||
|
||
Letak
|
||
Afiliasi agama
|
||
Distrik
|
||
Kepemimpinan
|
||
Deskripsi arsitektur
|
||
Jenis arsitektur
|
Masjid
|
|
Gaya arsitektur
|
||
Arah fasad
|
Utara
|
|
Pembukaan tanah
|
685 (konstruksi pertama)
1033 (konstruksi kedua) |
|
Tahun selesai
|
705 ((konstruksi pertama)
1035 (konstruksi kedua) |
|
Spesifikasi
|
||
Kapasitas
|
5.000 (di dalam); 400.000 (di luar)[1]
|
|
Panjang
|
83 meter (272 kaki)
|
|
Lebar
|
56 meter (184 kaki)
|
|
1
|
||
4
|
||
Tinggi menara
|
37 meter (121 kaki)
|
|
Batu kapur (tembok luar, menara, fasad), stalaktit
(menara), timah (kubah), marmer putih (kolom interior)
|
Masjid Al-Aqsa, juga ditulis Al-Aqsha (bahasa Arab:المسجد الاقصى, Al-Masjid Al-Aqsha (bantuan·info),
arti harfiah: "masjid terjauh") adalah salah satu tempat suci agama Islam yang menjadi bagian dari
kompleks bangunan suci di Kota Lama Yerusalem (Yerusalem
Timur). Kompleks tempat masjid ini (di dalamnya juga termasuk Kubah Batu) dikenal oleh umat Islam dengan
sebutan Al-Haram Asy-Syarif atau
"tanah suci yang mulia". Tempat ini oleh umat Yahudi dan Kristen dikenal pula dengan
sebutan Bait Suci (bahasa Ibrani: ×”ַר ×”ַבַּ×™ִת, Har haBáyit, bahasa Inggris: Temple Mount),
suatu tempat paling suci dalam agama Yahudi yang umumnya dipercaya
merupakan tempat Bait Pertama dan Bait Kedua dahulu pernah berdiri.[2][3]
Masjid Al-Aqsa secara luas dianggap
sebagai tempat suci ketiga oleh umat Islam. Muslim percaya bahwa Muhammad diangkat ke Sidratul Muntaha dari tempat ini
setelah sebelumnya dibawa dari Masjid Al-Haram di Mekkah ke Al-Aqsa dalam peristiwa Isra' Mi'raj.[4] Kitab-kitab hadistmenjelaskan bahwa Muhammad mengajarkan umat Islam
berkiblat ke arah Masjid Al-Aqsa (Baitul Maqdis) hingga 17 bulan setelah
hijrah keMadinah. Setelah itu kiblat salat
adalah Ka'bah di dalam Masjidil Haram, Mekkah, hingga sekarang.[5] Pengertian Masjid Al-Aqsa
pada peristiwa Isra' Mi'raj dalam Al-Qur'an (Surah Al-Isra' ayat 1) meliputi
seluruh kawasan Al-Haram Asy-Syarif.[6]
Masjid Al-Aqsa pada awalnya adalah
rumah ibadah kecil yang didirikan oleh Umar bin Khattab, salah seorang Khulafaur Rasyidin,
tetapi telah diperbaiki dan dibangun kembali oleh
khalifah Umayyah Abdul Malik dan
diselesaikan oleh putranya Al-Walid pada
tahun 705 Masehi.[7] Setelah gempa bumi tahun
746, masjid ini hancur seluruhnya dan dibangun kembali oleh khalifah Abbasiyah Al-Mansur pada tahun 754, dan
dikembangkan lagi oleh penggantinya Al-Mahdi pada tahun 780. Gempa
berikutnya menghancurkan sebahagian besar Al-Aqsa pada tahun 1033, namun dua
tahun kemudian khalifah Fatimiyyah Ali Azh-Zhahir membangun kembali
masjid ini yang masih tetap berdiri hingga kini. Dalam berbagai renovasi
berkala yang dilakukan, berbagai dinasti kekhalifahan Islam telah melakukan
penambahan terhadap masjid dan kawasan sekitarnya, antara lain pada
bagian kubah, fasad, mimbar, menara, dan interior bangunan. Ketika Tentara Salib menaklukkan Yerusalem pada tahun 1099, mereka
menggunakan masjid ini sebagai istana dan gereja, namun fungsi masjid
dikembalikan seperti semula setelah Shalahuddin merebut
kembali kota itu. Renovasi, perbaikan, dan penambahan lebih lanjut dilakukan
pada abad-abad kemudian oleh para penguasa Ayyubiyah, Mamluk, Utsmaniyah,Majelis Tinggi
Islam, dan Yordania. Saat ini,
Kota Lama Yerusalem berada di bawah pengawasan Israel, tetapi masjid ini tetap
berada di bawah perwalian lembaga wakaf Islam
pimpinan orang Palestina.
Pembakaran Masjid Al-Aqsa pada
tanggal 21 Agustus 1969 telah
mendorong berdirinya Organisasi
Konferensi Islam yang saat ini beranggotakan 57 negara. Pembakaran tersebut juga menyebabkan mimbar
kuno Shalahuddin
Al-Ayyubi terbakar habis. Dinasti Bani
Hasyim penguasa KerajaanYordania telah menggantinya dengan
mimbar baru yang dikerjakan di Yordania[8], meskipun ada pula yang
menyatakan bahwa mimbar buatanJepara digunakan di
masjid ini.[9][10]
Etimologi
Nama Masjid al-Aqsa bila diterjemahkan
dari bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia, maka ia berarti "masjid
terjauh". Nama ini berasal dari keterangan dalam Al-Qur'an pada Surah Al-Isra' ayat 1 mengenai Isra Mi'raj. Isra Mi'raj adalah
perjalanan yang dilakukan Muhammad dari Masjid Al-Haram menuju Masjid Al-Aqsa,
dan kemudian naik ke surga.[1][11] Dalam kitab Shahih Bukharidijelaskan bahwa Muhammad
dalam perjalanan tersebut mengendarai Al-Buraq.[12] Istilah "terjauh"
dalam hal ini digunakan dalam konteks yang berarti "terjauh dari
Mekkah".[13]
Selama berabad-abad yang dimaksud
dengan Masjid Al-Aqsa sesungguhnya tidak hanya masjid saja, melainkan juga area
di sekitar bangunan itu yang dianggap sebagai suatu tempat yang suci. Perubahan
penyebutan kemudian terjadi pada masa pemerintahan kesultanan
Utsmaniyah (kira-kira abad ke-16 sampai awal 1918), dimana area
kompleks di sekitar masjid disebut sebagai Al-Haram Asy-Syarif,
sedangkan bangunan masjid yang didirikan oleh Umar bin Khattab disebut sebagai Jami'
Al-Aqsa atau Masjid Al-Aqsa.[6]
kalo mau kopas comen dulu yang kopas siapa! biar yg laen tau klo udah ada yg ambil tugas ini
BalasHapus