Bidadari Surga
Judul
Buku : Kekasih Taman Firdaus
Penulis
: Itmam Luthfi
ISBN
: 978-979-25-5302-4
Penerbit
: Matapena
Tahun
Terbit : 2009
Tebal
: 156 halaman
Dongeng bidadari yang dikisahkan Ustadz Maemun di masa kecil begitumendarah
daging dalam ingatan Roja. “Mereka adalah perempuan-perempuan surga yang mulia.
Dulunya mereka juga makhluk bumi seperti kita. Namun, karena kesucian dan
kesalehan mereka, Allah mengangkat mereka ke surga, dan menjadikan mereka
sebagai penunggu taman-taman surga.” Alhasil Roja jadi kelimpungan . kalau
bidadari-bidadari itu Cuma muncul dalam mimpinya, tak begitu bermasalah. Tapi,
sepertinya Roja memang terobsesi dengan sosok bidadari itu. Ingin benar-benar
mendapatkannya di alam nyata.
Cukuplah bidadari sekedar dongeng-dongeng klasik di masa kecil. Cukuplah ppula
sekadar bunga-bunga indah di alam tidur. Jangan memaksanya menjadi harapan.
Jangan pula memaksanya menjadi kenyataan.
Walau hanya sesaat, kehadiran gadis cantik di Stasiun
Tugu Jogja itu ternyata menyisakan gangguan di otak kepala Roja. Sudah pasti
Roja tertarik untuk memandanginya. Hanya saja ia tak berani melakukannya. Ia
tahu jika
pandangan halal bagi seorang laki-laki kepada perempuan yang bukan muhrimnya hanya sebatas pandangan pertama saja. Neski demikian Roja sempat tak sengaja memandangnya. Dan harus ia akui gadis dengan pakaian serba putih itu memang penuh pesona. Hingga membuat mata para lelaki refleks melotot menatapnya. Ukuran baju dan celananya sangat jauh dari ketat. Sosok rupawan itu bukan setangkai tulip yang seksi dan jenjang, tapi setangkai melati yang suci meneduhkan.
pandangan halal bagi seorang laki-laki kepada perempuan yang bukan muhrimnya hanya sebatas pandangan pertama saja. Neski demikian Roja sempat tak sengaja memandangnya. Dan harus ia akui gadis dengan pakaian serba putih itu memang penuh pesona. Hingga membuat mata para lelaki refleks melotot menatapnya. Ukuran baju dan celananya sangat jauh dari ketat. Sosok rupawan itu bukan setangkai tulip yang seksi dan jenjang, tapi setangkai melati yang suci meneduhkan.
Roja terus terombang-ambing oleh bayangan bidadari
itu. Hingga takdir mempertemukan mereka kembali sebagai adik dari teman
santrinya di pesantren yang belum lama ia tinggali. Walau ia belum tahu siapa
gadis itu. Ia sempat ditawari untuk mempersunting sang adik dari temannya itu.
Muncul penyesalan yang benar-benar membuatnya terpuruk karena ia telah menolak
tawaran itu. Derita cinta yang tumbuh karena harapannya yang luruh semakin
membuatnya terpuruk. Yang bisa ia lakukan hanya berdoa agar penyesalan itu
kelak tak akan muncul lagi.
Ia tahan gejolak cinta untuk sang bidadari yang selalu
ia impikan. Saat sakit merontokkan jiwanya, ia terkulai lemah dan berharap jika
ia mati karena menahan perasaan cintanya akan tergolong mati syahid. Iapun
tutup usia dalam keadaan yang ia inginkan dan ia akan menunggu bidadarinya di
surga nanti.
Itmam Luthfi, penulis berkelahiran Cilacap, 23 Oktober
1979 ini pernah belajar di Pesantren Miftahun Huda. Iapun pernah menulis buku Biografi Ulama se-Bojonegoro “Kiaiku dari
Pesantren”. Sehingga semua karanannya selalu menyorot moral religius.
Keindahan dan kesucian akan iman dan islam juga masih ia jadikan sebagai
bingkai perjalanan cerita.
Cerita kehidupan yang religius benar-benar tergambar
dalam buku ini. Hingga kutipan ayat-ayat Al-Quranpun disertakan di dalamnya “Ma la ‘ainun ra’at, wala udzunun sami’at,
wala khathara ‘ala qalbi basyarin” yang artinya surga tidaklah seperti apa
yang dipandang mata, dan tidaklah seperti yang didengar oleh telinga, dan
tidaklah seperti apa yang dibayangkan manusia. Selain itu, persahabatan yang
sempurnapun dikutip di dalamnya. Isi dan cerita dalam buku ini terlihat lebih
indah dengan balutan cover yang menarik. Kosakata yang sulit diketahui pembaca
juga dilampirkan di halaman akhir buku ini. Namun, penataan gambar yang
disisipkan dalam isi buku ini tidak berkaitan atau berhubungan dengan jalan
cerita yang ditulis.
Buku ini mempunyai nilai sastra yang cukup tinggi.
Walaupun banyak menggunakan kata-kata kiasan, tapi bahasa yang digunakan masih
bisa di pahami oleh pembaca.
Prince Charming si Putri Jelek
Judul buku
: Not Just a Fairy
Tale
Penulis
: Debbie
ISBN
: 979-22-1411-9
Penerbit
: Gramedia Pustaka
Utama
Tahun
Terbit : 2005
Jumlah
halaman : 192 halaman
Dimensi
: 13,5 cm × 20 cm
Jenis
Buku : Fiksi
Ona yang menganggap dirinya putri jelek selalu manantikan prince charming-nya seperti yang tertera dalam dongeng. Namun ia
baru menyadari bahwa dongeng itu hanya untuk putri-putri cantik juga langsing.
Ia merasa bahwa tidak ada pangeran yang menginginkan putri jelek yang hanya
mempunyai satu kelebihan: berat badan!
Itu yang dirasakan Leona, anak kelas satu SMA
Tutarayana. Prince charming-nya,
Kenrico, malah tega mengombang-ambing cintanya dan meninggalkannya demi nenek
sihir jahat yang cantik. Walau Ona dan Kenrico sempat dekat namun Kenrico tidak
juga memberinya kepastian. Hingga kenangannya bersama Kenrico kembali
menenggelamkannya dan sukses menorehkan keterpurukannya hingga beberapa bulan
terakhir. Untungnya Ona tak lantas mengakhiri hidupnya hanya karena
keterpurukan yang menerkamnya. Alhasil Ia tetap semangat untuk memperjuangkan
cintanya pada Kenrico. Seiring
bergulirnya waktu, Kenrico menyadari bahwa Ona benar-benar tulus mencintainya. Namun, Ona kembali dibuat rumit oleh persoalan cinta kedua sahabatnya yang malah memperebutkan cowok yang mereka anggap prince charming yang tak lain adalah kakak Ona sendiri.
bergulirnya waktu, Kenrico menyadari bahwa Ona benar-benar tulus mencintainya. Namun, Ona kembali dibuat rumit oleh persoalan cinta kedua sahabatnya yang malah memperebutkan cowok yang mereka anggap prince charming yang tak lain adalah kakak Ona sendiri.
Novel pertama Debbie ini sukses menorehkan kesan bagi
para pembaca. Benar-benar mengupas tuntas kenyataan yang ada di dunia remaja.
Mulai dari cinta, persahabatan, hingga keluarga ia jabarkan dengan teliti
hingga membentuk karangan yang memang dekat dengan realita. Cerita cinta dan
persahabatan yang menyorot nilai kesetiaan memang sangat langka untuk bisa
ditemukan di zaman sekarang. Kebanyakan remaja sering kali lebih memilih
sesuatu persoalan yang menyangkut dirinya sendiri. Namun tanpa mereka sadari
persoalan yang diri mereka hadapi lebih menunjukkan bahwa tingkat egoisme
mereka sangatlah tinggi.
Situasi yang digambarkan dalam novel Debbie ini lebih
bersifat persuasif. Penggambaran yang ia siratkan di dalamnya secara tidak
langsung mengajak pembaca ataupun remaja untuk lebih mengedepankan kepentingan
bersama daripada kepentingan pribadi yang hanya akan memupuk tingkat egoisme
menjadi lebih tinggi. Kesetiaan, keterbukaan, dan pengorbanan juga patut kita
utamakan untuk bisa menjalin segala bentuk hubungan kekerabatan dengan baik.
Debora Patra Widjaja, penulis yang kerap disapa Debbie
dengan kelahiran Jakarta, 15 Mei 1989 ini sukses meluncurkan novel pertamanya
“Not Just a Fairy Tale” (Gramedia, 2005). Debbie lebih dikenal sebagai ketua
OSIS di sekolahnya. Namun karena hobi membacanya ia jadi temotivasi untuk
menulis novel. Hingga kini ia berhasil menjadi penulis muda di sekolahnya.
Cerita yang ia kemas dalam novel pertamanya sukses menyorot segala seluk beluk
persoalan remaja. Cinta, persahabatan dan persoalan remaja lainnya yang kompleks
juga turut ia sertakan dengan ending yang berbuah kebahagiaan dari pengorbanan
dan kesetiaan.
Selain menyorot nilai pengorbanan dan kesetiaan,
tingkat persuasifitas novel ini juga sangat kental dengan balutan cover
bergambar timbul sontak meningkatkan ketertarikan pembaca untuk lebih dalam
membacanya. Bahasa yang puitis dan penggunaan majas semakin menambah
kesempurnaan novel ini. Kata kiasan dan bahasa sehari-hari yang digunakan di
dalamnya juga sangat mudah dipahami. Namun penggunaan kertas buram di dalamnya
mengurangi nilai kesempurnaan novel ini.
Novel karangan Debbie ini mempunyai nilai sastra yang
cukup tinggi. Dengan alasan penggunaan bahasa dan isi yang telah dijelaskan
seperti di atas. Sehingga novel ini sangat cocok dibaca oleh para remaja agar
mereka bisa menyelesaikan masalah cinta, persahabatan dan segala bentuk
hubungan kekerabatan dengan baik tanpa harus mencondongkan rasa egoisme.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar